Lingkunganmasyarakat yang dapat merusak citra pariwisata nasional.Kata yang tepat untuk mengisi titik-titik - 33086606 putratermanu66 putratermanu66 18.09.2020 Sosiologi Sekolah Menengah Atas terjawab Lingkungan masyarakat yang dapat merusak citra pariwisata nasional.Kata yang tepat untuk mengisi titik-titik a.Kooperatif bEnvironmental pressure caused by tourism activities is increasing in line with the number of visitors and the development of infrastructure-related tourism to meet the needs of tourists who visit the tourist attractions. This leads to the increasing of the amount of solid and liquid waste, pollution, sanitation and aesthetic problems. Bukittinggi has a leading tourist attractions that are almost all located within the city making it easier for tourists to travel to various locations. A thorough concern on environmental sustainability has not been undertaken by the tourism sector of Bukittinggi City. Bukittinggi is currently overshadowed by the concerns of the carrying capacity of the city to accommodate several functions simultaneously within a limited area. The purpose of this research is to analyze the environmental problems caused by tourism activities in Bukittinggi City. This research was conducted by qualitative approach using in-depth interview to sector related with tourism, observation and literature study. Research activities conducted in June to October 2017. The results showed that tourism activities that tend to be centralized in the city center resulted in congestion and lack of parking space. The increase in tourists is followed by increased waste generation, energy use, CO 2 emissions and water consumption. It is suggested to the government to synergize the policy of tourism development with the concept of sustainable development. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 Terbit online pada laman web jurnal Dampak Jurnal Teknik Lingkungan Universitas Andalas ISSN Print 1829-6084 ISSN Online 2597-5129 Attribution-NonCommercial International. Some rights reserved Artikel Penelitian Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Pariwisata di Kota Bukittinggi Nofriyaa, Ardinis Arbainb, Sari Lenggogenic aSekolah Tinggi Teknologi Industri STTIND, Padang, 25172, Indonesia b Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Andalas, Limau Manis, Pauh, Padang, 25163, Indonesia cFakultas Ekonomi, Universitas Andalas, Limau Manis, Pauh, Padang, 25163, Indonesia E-mail nofriyafirdaus Environmental pressure caused by tourism activities is increasing in line with the number of visitors and the development of infrastructure-related tourism to meet the needs of tourists who visit the tourist attractions. This leads to the increasing of the amount of solid and liquid waste, pollution, sanitation and aesthetic problems. Bukittinggi has a leading tourist attractions that are almost all located within the city making it easier for tourists to travel to various locations. A thorough concern on environmental sustainability has not been undertaken by the tourism sector of Bukittinggi City. Bukittinggi is currently overshadowed by the concerns of the carrying capacity of the city to accommodate several functions simultaneously within a limited area. The purpose of this research is to analyze the environmental problems caused by tourism activities in Bukittinggi City. This research was conducted by qualitative approach using in-depth interview to sector related with tourism, observation and literature study. Research activities conducted in June to October 2017. The results showed that tourism activities that tend to be centralized in the city center resulted in congestion and lack of parking space. The increase in tourists is followed by increased waste generation, energy use, CO2 emissions and water consumption. It is suggested to the government to synergize the policy of tourism development with the concept of sustainable development. Keywords Sustainable Tourism , Tourism Environmental Impact, Ecotourism, Sustainable Development Tekanan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pariwisata semakin meningkat seiring dengan jumlah pengunjung dan pengembangan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah limbah padat dan cair, polusi, sanitasi dan masalah estetika. Kota Bukittinggi memiliki tempat-tempat wisata yang terkenal dan hampir semuanya terletak di dalam kota sehingga memudahkan wisatawan untuk melakukan perjalanan ke berbagai lokasi. Akan tetapi, perhatian menyeluruh terhadap kelestarian lingkungan belum dilakukan oleh sektor pariwisata. Sedangkan Kota Bukittinggi saat ini dibayangi oleh kekhawatiran daya dukung kota untuk mengakomodasi beberapa fungsi secara bersamaan dalam area terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis masalah lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pariwisata di Kota Bukittinggi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif menggunakan wawancara mendalam pada sektor yang terkait dengan pariwisata, observasi dan studi literatur. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Oktober 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pariwisata yang cenderung terpusat di pusat kota mengakibatkan kemacetan dan kurangnya tempat parkir. Peningkatan wisatawan diikuti oleh peningkatan timbulan sampah, penggunaan energi, emisi CO2 dan konsumsi air. Disarankan kepada pemerintah untuk mensinergikan kebijakan pengembangan pariwisata dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Kata kunci Pariwisata berkelanjutan, Dampak lingkungan pariwisata, Pembangunan berkelanjutan NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 25077/ 1. PENDAHULUAN Pariwisata berkelanjutan merupakan salah satu konsep yang dipertimbangkan oleh seluruh negara di dunia untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals SDG's. Salah satu indikator pada tujuan SDG‟s ke 12 menyebutkan bahwa perlu kolaborasi berbagai pihak untuk menciptakan pariwisata ramah lingkungan green tourism BPS 2016. Akan tetapi, tekanan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan wisata pada saat ini semakin meningkat disebabkan oleh meningkatnya jumlah pengunjung dan bertambahnya pembangunan infrastuktur terkait pariwisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke objek wisata. Hal ini menyebabkan bertambahnya jumlah sampah dan limbah, polusi, masalah sanitasi dan estetika Iffa et al. 2015; Sahu, Nair, and Sharma 2014. Kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh Travel and Tourism Competitiveness Index TTCI mengenai kinerja pariwisata negara-negara di dunia dalam mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan sumberdaya alami, menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi 131 di antara 136 negara yang dievaluasi WEF 2017. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya kegiatan eksploitasi ekosistem yang berlebihan pada destinasi wisata. Selain itu konsumsi air, energi dan sampah yang berasal dari wisatawan sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan penduduk pada umumnya, serta masih banyaknya hotel dan restoran yang menggunakan bahan kimia dan bahan yang tidak bisa diuraikan sehingga mempunyai dampak terhadap pencemaran lingkungan ILO 2012. Padahal, kebijakan pariwisata di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Wisata Berkelanjutan. Dalam peraturan ini dipertimbangkan kriteria lingkungan untuk melaksanakan kegiatan pariwisata Kemenpar 2016. Selain itu pembangunan pariwisata menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa penyelenggaraan pariwisata salah satunya dilaksanakan dengan prinsip memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup Kemenpar 2009. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014-2025, disebutkan bahwa pembangunan pariwisata berorientasi kepada pelestarian lingkungan dan mewujudkan ekonomi hijau ramah lingkungan dalam setiap mata rantai usaha pariwisata. Selain itu perlu dilakukan penyusunan regulasi untuk menjaga daya dukung lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat 2014. Sebagai ikon pariwisata Sumatera Barat, Bukittinggi memiliki objek wisata unggulan yang hampir semuanya terletak di dalam kota sehingga memudahkan wisatawan berwisata ke berbagai lokasi Disbudpar Sumbar 2015. Keunggulan wisata di kota Bukittinggi dibuktikan dengan terjadinya peningkatan tingkat penghunian kamar di Kota Bukittinggi yaitu sebesar 60,86% pada bulan April 2017 BPS Sumbar 2017. Konsekuensi dari kegiatan pariwisata memberikan kontribusi terhadap lingkungan dari beberapa aspek diantaranya perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan akomodasi, infrastruktur transportasi, tempat rekreasi, erosi dan timbulan sampah, penggunaan energi yang berkontribusi terhadap emisi CO2, perubahan biotik dan kepunahan spesies liar, pertukaran dan penyebaran penyakit dan penggunaan air Gössling 2002. Penelitian Russo yang dilakukan tahun 2002 mengemukakan bahwa pariwisata di Venesia tidak diimbangi dengan kebijakan pariwisata yang memperhatikan daya dukung lingkungan, sehingga sub sistem pendukungnya seperti transportasi dan pengelolaan sampah menjadi tidak memadai sesuai dengan peningkatan jumlah wisatawan Russo 2002. Seiring dengan itu penelitian Cole tahu 2012 mengatakan bahwa perkembangan pariwisata di pulau Bali menyebabkan "perebutan" air antara industri pariwisata dan masyarakat lokal terutama untuk pertanian Cole 2012. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sharma tahun 2016 di destinasi wisata Kerwa, Bhopal, India menemukan kegiatan pariwisata yang semakin meningkat menyebabkan eksploitasi sumber daya dan menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan termasuk terganggunya kegiatan pariwisata tersebut sehingga mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung Sharma 2016. Strategi pengembangan pariwisata di Kota Bukittinggi masih terfokus pada teknologi, inovasi dan operasi serta belum memikirkan lebih lanjut tentang keberlanjutan lingkungan yang dapat berkurang karena aktifitas pariwisata Sanesta 2015. Perhatian menyeluruh mengenai keberlanjutan lingkungan belum dilakukan oleh sektor pariwisata Kota Bukittinggi. Oleh karena itu, masa depan Bukittinggi saat ini dibayangi oleh kekhawatiran kemampuan daya dukung carrying capacity kota untuk mengakomodasi beberapa fungsi sekaligus di dalam suatu area terbatas 25,239 km2 Disbudpar Sumbar 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis masalah lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pariwisata di Kota Bukittinggi. 2. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang digunakan untuk memahami fenomena mengenai suatu hal secara mendalam dan holistik sehingga mengungkapkan bagaimana realita tersebut berjalan sebagaimana adanya. Untuk mendapatkan kebenaran ini, peneliti mencari tahu langsung mengenai objek yang diteliti, dan objek memberikan jawaban langsung kepada peneliti. Data dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam, telaah dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian, catatan lapangan, foto, video dan rekaman. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif Moleong 2007. NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 2019 86-94 Pemilihan sampel pada penelitian ditentukan dengan purposive sampling, yaitu dengan memperoleh informasi yang diperlukan dari pihak yang dianggap mengetahui secara mendalam mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian Palys 2008. Sampel pada penelitian ini berasal dari Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Bukittinggi, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi, 4 orang pengelola hotel dari 4 hotel yang mewakili bintang 4, 3 2 dan 1, serta pimpinan sebuah rumah makan yang terletak di pusat Kota Bukittinggi. Observasi dilakukan pada 6 objek wisata yang ada di Bukittinggi. Studi dokumentasi didapatkan dari data BPS Bukittinggi, PLN, Global Atmosphere Watch Koto Tabang, KPA Bukittinggi, dan PDAM. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Oktober tahun 2017. Data permasahan lingkungan merupakan data yang dikumpulkan dengan melakukan studi pustaka dan observasi. Kegiatan observasi dilakukan pada akhir bulan Juni tahun 2017 yang bertepatan dengan Liburan Hari Raya Idul Fitri dan liburan sekolah. Data sekunder dikumpulkan pada dinas terkait berpedoman pada bulan yang merupakan musim wisata yaitu liburan Hari Raya Idul Fitri dan libur akhir tahun Natal dan Tahun Baru Elfindri 2016. Analisis data dilakukan dengan membandingkan data yang didapatkan pada musim wisata tersebut dengan RTRW dan perbandingan dengan bulan yang bukan musim wisata selain bulan Juli dan Desember. Selain itu, untuk emisi CO2, data diolah dengan mengalikan emisi CO2 dari perjalanan wisata. Rata-rata emisi CO2 dari perjalanan wisata yang dilakukan wisatawan domestik dan internasional adalah 250 kg CO2 Gössling and Peeters 2015. Untuk wisatawan internasional yang melakukan aktifitas wisata di negara berkembang menggunakan 1 mobil untuk 2 orang, dan wisatawan domestik 1 mobil untuk 3 orang. Emisi CO2 saat menggunakan akomodasi wisata bagi wisatawan internasional adalah 19 kg CO2 dan wisatawan domestik adalah 4 kg CO2 UNWTO, UNEP, and WMO 2008. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Tutupan dan Penggunaan Lahan Tutupan lahan di Kota Bukittinggi didominasi oleh pemukiman/ lahan terbangun yaitu 13,17 km2, diikuti dengan perkebunan 7,09 km2, sawah 4,81 km2 dan kebun semak 0,17 km2 Bapedalda Sumbar 2016. a Akomodasi Kegiatan kepariwisataan berupa perhotelan, wisata belanja, wisata kuliner dan rumah makan telah membentuk struktur ruang kota yang terkonsentrasi pada kawasan pusat kota. Penggunaan lahan di Kota Bukittinggi menyebar di sepanjang Jalan Sudirman dan Jalan Soekarno Hatta. Hal ini mempengaruhi perkembangan penggunaan lahan ke arah Timur, Utara dan Selatan kota karena bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan lain seperti perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan dan perkantoran, dengan pola mengikuti jaringan jalan. Penambahan hotel sebanyak 8 hotel dari tahun 2008 yaitu sebesar 66 hotel. Sebaran letak hotel terkonsentrasi pada Kecamatan Guguak Panjang sebanyak 60 hotel dan di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan sebanyak 3 hotel serta Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh sebanyak 3 hotel BPS Bukittinggi 2016. Pada RTRW Kota Bukittinggi disebutkan bahwa kawasan perdagangan dan jasa berfungsi wisata dialokasikan sebagai pusat pengembangan kawasan wisata yang terletak di wilayah Kota Bukittinggi bagian Utara yaitu Kelurahan Puhun Pintu Kabun. Lokasi ini diarahkan menjadi pusat wisata, pusat pelayanan jasa wisata maupun komersial seperti toko-toko souvenir, agen-agen perjalanan, restoran, kafe dan pusat penyewaan sarana penunjang wisata. Akan tetapi, sampai saat ini wilayah ini masih belum terlalu ramai untuk kegiatan wisata. Dari hasil observasi, daerah bagian utara wilayah Kelurahan Puhun Pintu Kabun masih didominasi rumah penduduk dan hanya memiliki satu objek wisata yaitu Taman Panorama Baru. Sebagaimana teori pariwisata berkelanjutan, masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan wisata dengan melibatkan mereka dari sektor ekonomi. Pemerintah dapat membangun objek wisata baru yang tercantum pada RPJMD dengan mengembangkan pariwisata MICE Meetings, Incentives, Conference, Exhibitions di wilayah Pintu Kabun. Pada daerah ini juga terdapat perkebunan yang umumnya didominasi buah-buahan seperti salak. Hal ini sebenarnya merupakan potensi besar bagi pengembangan wisata agro yang juga tercantum pada RPJMD. Jika hal ini terealisasi, potensi masyarakat dan penanam modal membangun fasilitas pendukung di daerah ini seperti hotel dan restoran akan semakin besar. Namun, kendala yang membuat tidak terealisasinya program ini adalah tidak adanya akses jalan dari dan keluar Kota Bukittinggi dari wilayah ini. Dengan adanya program pemerintah untuk membangun Terowongan Balingka yang terintegrasi dengan Jalan Layang Ngarai Sianok diharapkan menarik investasi pariwisata di daerah Utara Pintu Kabun sehingga pariwisata tidak lagi terpusat di Kecamatan Guguak Panjang Tutri 2016. Indutri wisata MICE merupakan sebuah model industri pariwisata yang berkembang pesat di dunia. Kegiatan ini dapat berkontribusi besar dalam memberikan keuntungan bagi industri wisata, jika dikembangkan dengan baik Ye-qin and Xiang-min 2014. Wisata MICE menyumbang 40% dari devisa yang dihasilkan oleh pariwisata Herawati and Akbar 2011. Bukittinggi memiliki potensi ini jika tersedia fasilitas yang memadai seperti akses menuju lokasi, adanya pusat hiburan dan pebelanjaan, akomodasi, fasilitas konferensi dan infrasturktur yang memadai Crouch and Louviere 2003. Oleh karena itu, pemecahan konsentrasi di pusat wisata Kota Bukittinggi dapat segera terealisasi jika pembangunan wisata MICE di daerah utara Pintu Kabun dan akses ke daerah tersebut dapat segera dilaksanakan. NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 25077/ Dari hasil observasi ditemukan bahwa Kota Bukittinggi kekurangan lahan parkir untuk menampung kendaraan yang datang saat musim libur Idul Fitri. Gedung parkir mobil yang terletak di pusat Kota Bukittinggi serta gedung parkir kendaraan roda dua yang terletak di Jl. Cindua Mato bekas Bioskop Gloria tidak cukup menampung kendaraan yang parkir di kota ini. Masih banyak diantara kendaraan tersebut yang memakir mobil di pinggir jalan yang mengakibatkan lebih parahnya kemacetan saat musim wisata. Padahal, telah terdapat papan pengumuman yang mencantumkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum bahwa dilarang memarkir kendaraan di taman, pedestrian, jalur hijau, trotoar, jenjang dan tempat lain yang bukan diperuntukkan untuk parkir. Selain itu telah terdapat sanksi terhadap pelanggaran ini yaitu biaya penegakan perda sebesar Rp. dan pidana kurungan 3 bulan atau denda Rp. Pada RTRW disebutkan bahwa sistem perparkiran off street dikembangkan di kawasan Jam Gadang dan sekitarnya untuk mendukung kawasan kepariwisataan Bukittinggi, hal ini belum memenuhi kebutuhan parkir yang meningkat pada pada musim liburan. Masalah parkir pada musim wisata disebabkan oleh wisatawan yang memarkirkan kendaraan di pusat kota terutama di sekitar Jam Gadang. Padahal pusat lokasi wisata pada daerah ini cukup berdekatan dan dapat ditempuh dengan jalan kaki. Selain itu wilayah ini merupakan sentral oleh-oleh khas Bukittinggi dan pusat wisata kuliner sehingga menjadi magnet untuk wisatawan berkunjung. Hal ini dapat diatasi dengan adanya transportasi masal. Seperti yang tercantum pada RTRW, dinyatakan bahwa akan dikembangkan jaringan jalan kereta api antar kota. Kota yang menjadi daerah asal wisatawan yang berkunjung ke Bukittinggi diantaranya Padang, Sumatera Utara, Riau dan Jambi seperti yang terlihat pada kode plat mobil saat observasi yang dilakukan pada libur Idul Fitri. Seperti yang dikemukakan oleh Rye, bahwa tidak diperlukan ruang perparkiran jika manajemen angkutan umum dapat berjalan dengan baik Rye 2011. Beberapa permasalahan angkutan umum perkotaan yang sering dihadapi di Indonesia diantaranya rendahnya kualitas dan pilihan, kurangnya disiplin pengemudi, kendaraan yang kurang layak, tidak teraturnya pemberhentian naik turun penumpang, kurang aman, dan manajemen yang kurang efektif Munawar 2006. Oleh karena itu, untuk mengurangi masalah ini, pemerintah dapat menggunakan angkutan umum masal dengan mengaktifkan jaringan jalan rel maupun bus. Pada tahun 2032, seluruh ruang Kota Bukittinggi akan menjadi ruang terbangun Hardian et al. 2007. Bukittinggi termasuk kepada Under Bounded City UBC yang merupakan kota yang mengalami keterlambatan antisipasi pemerintah dalam melaksanakan perluasan wilayah kota. Bukittinggi mengalami kegagalan dalam penerapan PP 84/1999 yaitu memperluas wilayah Kota Bukittinggi ke Kabupaten Agam dari luas Ha menjadi Ha karena penolakan Kabupaten Agam yang tidak mau kehilangan sebagian wilayahnya dan dihubungkan dengan kehilangan Pendapatan Asli Daerah PAD Valentina 2007. Isu sentral pola keruangan dalam segi pengembangan kota berada di wilayah pinggir kota. Hal ini sering menimbulkan kesenjangan antara kondisi fisik kota dan sosio-kultural masyarakat. Pembangunan wilayah pinggiran kota hendaknya dipahami bukan sebagai bentuk lain dari perluasan kota, tetapi merupakan bentuk kerjasama antar regional kota-desa sehingga menunjang interaksi ekonomi, sosial, kultural dan mendapatkan efek positif dari kunjungan pendatang dan wisatawan Subroto 2002. Oleh karena itu, daerah di pinggir Kota Bukittinggi dapat dijadikan sebagai lokasi untuk penyedia akomodasi sebagai penunjang kegiatan Kota Bukittinggi seperti menyediakan penginapan, lahan parkir dan restoran tanpa menimbulkan konflik mengenai perluasan kota dan tentunya akan menambah Pendapatan Asli Daerah. Hal ini seiring dengan strategi pembangunan wisata pada RTRW Kota Bukittinggi, bahwa sektor pariwisata Kota Bukittinggi dikembangkan secara terintegrasi dengan obyek-obyek wisata di sekitar Kota Bukittinggi Pemerintah Kota Bukittinggi 2011. Kegiatan ini dapat terjadi jika terdapat komitmen pemerintah untuk saling menopang keberadaan satu sama lain, dimana Kota Bukittinggi tidak terlalu terbebani dengan meningkatnya akomodasi yang dibangun untuk memfasilitasi wisatawan, sementara Kabupaten Agam dapat meningkatkan pendapatan asli daerah jika menyediakan akomodasi di sekitar Bukittinggi. Walaupun demikian, perlu diperhatikan penyebaran akomodasi di daerah pinggir kota. Pesatnya pertumbuhan penduduk di pinggir kota Bukittinggi bagian Selatan Nagari Taluak IV Suku dan Nagari Kubang Putiah yang merupakan daerah sub urban, juga memberikan dampak lingkungan seperti meningkatnya jumlah sampah. Karena tidak ada perwakilan badan pengelolaan lingkungan dan manajemen lingkungan yang masih belum baik, pada akhirnya daerah pinggir kota tersebut bekerja sama dengan pemerintah kota Bukittinggi untuk mengelola sampah, sehingga akan kembali membebani kota Bukittinggi Sari 2016. Oleh karena itu, rencana kerjasama dengan Kabupaten Agam juga harus memperhatikan RTRW Kabupaten Agam dan tidak semata-mata terpusat pada daerah yang berada tepat di pinggir kota. Akibat kekurangan lahan parkir, halaman sekolah dan perkantoran dijadikan lokasi parkir. Beberapa tempat yang ditemukan untuk parkir diantaranya SMPN 1, SDN 01 Benteng Pasar Atas, Dinas Lingkungan Hidup, PT. PLN Rayon Bukittinggi, dan halaman perkantoran lainnya. b Luas Tempat Rekreasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas tempat rekreasi telah memadai kecuali Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan TMSBK. Dari hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga ditemukan bahwa lahan untuk TMSBK masih minim dan belum sesuai dengan NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 2019 86-94 kriteria seharusnya. Rencana ini sesuai dengan rencana revitalisasi dari South East Asian Zoos Association SEAZA untuk menata kembali TMSBK. Hal ini merupakan hal penting yang harus segera diatasi dimana dalam mempertimbangkan prinsip kesejahteraan satwa di kebun binatang harus memperhatikan ketersediaan ruang yang cukup untuk kehidupan sosial satwa serta mencegah konflik antar satwa, sehingga satwa tersebut memiliki kebebasan untuk mengekspresikan perilaku secara normal tanpa adanya penderitaan mental, rasa takut, dan bebas dari potensi penyakit akibat sanitasi yang kurang baik. Keterbatasan ruang dalam kebun binatang disebabkan oleh ketersediaan ruang serta dana. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan luas ruangan untuk setiap satwa agar berperilaku sealami mungkin seperti perilaku di alam bebas ISAW 2013. Jika dilihat kondisi saat ini, TMSBK berada di atas bukit Cubadak Bungkuak yang dikelilingi oleh jalan raya serta perumahan penduduk. Untuk dilakukan perluasan ke luar area ini, tentunya memerlukan biaya yang besar dan melewati proses yang panjang untuk melakukan negosiasi dengan penduduk sekitar. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan memindahkan beberapa kandang satwa seperti species burung ke lokasi Benteng Fort de Kock, sehingga lokasi yang kosong dapat dimanfaatkan untuk pembangunan kandang bagi satwa yang memerlukan kandang baru. c Timbulan Sampah Sampah ditemukan hampir di setiap objek wisata. Data pada tahun 2016 menunjukkan tingginya jumlah sampah pada bulan Juli yang bertepatan dengan libur Idul Fitri yaitu 121,93 ton diikuti oleh bulan November yaitu 114,33 ton BPS Bukittinggi 2017. Hal ini disebabkan oleh tingginya konsumsi wisatawan saat berwisata yang tidak disertai proses reduce, reuse dan recycle. Sampah yang dihasilkan dari kegiatan wisata juga berasal dari perhotelan serta restoran. Keterlibatan sektor wisata dalam kegiatan 3R dan bank sampah yang dilakukan pemerintah masih minim. Dari hasil wawancara dengan hotel dan restoran, didapatkan informasi bahwa tidak dilakukan pemilahan sampah sebelum dibuang dan tidak dilakukan reduce, reuse dan recycle. Mereka menunggu sampah tersebut dijemput oleh petugas kebersihan walaupun telah terdapat satu hotel yang mulai memisahkan sampah anorganik untuk dijual kembali dan terdapat hotel yang mengumpulkan sampah organik untuk dijadikan pupuk. Akan tetapi, terdapat hotel yang memisahkan sampah sesuai jenisnya tanpa dimanfaatkan sama sekali. Hal ini ditujukan agar memudahkan petugas kebersihan dalam memilah sampah. Pada tahun 2017 Kota Bukittinggi memperoleh penghargaan Nirwasita Tantra sebagai prestasinya dalam menjaga lingkungan, salah satunya dengan program Bank Sampah. Kegiatan ini dapat dimanfaatkan oleh penyedia akomodasi wisata dengan memisahkan terlebih dahulu sampah mulai dari sumbernya, kemudian bekerjasama dengan bank sampah yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup sehingga dapat mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Sebagaimana pariwisata di Selandia Baru, pemerintah menyediakan sarana recycle sehingga mengurangi 65% jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Kegiatan ini berupa pembuatan kompos, pembuatan pakaian dari barang daur ulang dan pasar barang bekas UNEP and WTO 2008. Selain itu, kegiatan reduce sampah dapat di contoh pada kota Bandung. Kota ini memiliki kebijakan untuk melarang penggunaan styrofoam untuk membungkus makanan. Hal ini merupakan salah satu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat sampah karena banyaknya penjual makanan yang menjual makanan dengan styrofoam sehingga banyak ditemukan styrofoam di gorong-gorong. Selain itu styrofoam memiliki kandungan berbahaya bagi kesehatan jika bersentuhan langsung dengan bahan makanan Greeners 2016. Kegiatan wisata di Bali juga memperhatikan pengelolaan sampah dengan baik. Bali memiliki kegiatan yang bernama Saraswati Papers, kegiatan ini merupakan kegiatan recycle dari kertas bekas koran, majalah dan dokumen kantor yang tidak terpakai lagi seperti kotak pensil, tas, dompet, agenda, kartu ucapan dari. Selain itu kegiatan ini memanfaatkan daun dan bunga kering sebagai ornamen/hiasan UNESCO 2009. Pengelolaan sampah di area wisata Tanah Lot dikelola oleh dua pihak. Untuk sampah basah di kelola Desa Adat Beraban dan sampah kering dikelola oleh Petugas Dinas Kebersihan Kabupaten Tabanan Dianasari 2014. Transportasi, Penggunaan Energi dan CO2 a Transportasi pada musim wisata Dari hasil observasi yang dilakukan, pada hari kedua liburan Idul Fitri sampai dengan H+8 terjadi kemacetan yang cukup panjang di setiap jalan utama kota. Terutama di Jalan Sudirman mulai dari simpang Jambu Air, Jalan Panorama dengan titik kemacetan di Taman Panorama, Jalan Ahmad Yani, Jalan Ahmad Karim, dan Jalan Pemuda dengan titik kemacetan pasar bawah. Kemacetan adalah kondisi dimana kendaraan yang lewat pada ruas jalan melebih kapasitas jalan sehingga kecepatan kendaraan mendekati atau melebihi 0 km/jam Dinas Pekerjaan Umum 1997. Jika jumlah kendaraan mendekati kapasitas jalan, kendaraan akan mendekat satu sama lain sehingga dapat terjadi kemacetan total apabila kendaraan harus berhenti Tamin 2000. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kemacetan dalam musim wisata adalah membuat sentral parkir di luar pusat kota; revitalisasi rambu-rambu lalu lintas dan fasilitas pejalan kaki, diantaranya rambu drop zone dan pick up zone bagi kegiatan penurunan dan penjemputan penumpang, serta rambu dilarang parkir; pengadaan transportasi masal dan NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 25077/ mengurangi pemakaian bahan bakar dan polusi serta pengaturan arus lalu lintas dengan merubah jalur dua arah pada titik kemacetan menjadi satu arah Pramudya and Arida 2016. Selain itu realisasi transportasi masal antar daerah seperti revitalisasi transportasi perlu segera direalisasikan terutama yang dari kota-kota besar di sekitar Bukittinggi serta dari sentral kedatangan wisatawan dari Bandara Internasional Minangkabau dan Pelabuhan Teluk Bayur. Untuk transportasi dalam kota, pemerintah dapat mengadakan shuttle bus yang memiliki rute ke setiap situs-situs wisata di Kota Bukittinggi. b Penggunaan listrik pada akomodasi Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi peningkatan pemakaian listrik pada bulan liburan Idul Fitri, tetapi terdapat peningkatan pada akhir tahun yang bertepatan dengan liburan Natal dan Tahun Baru. Penurunan listrik yang bertepatan dengan Idul Fitri disebabkan oleh banyaknya industri yang libur saat lebaran dan masyarakat pada umumya pergi berwisata sehingga tidak menggunakan listrik di rumah tangga Dewanto 2013. Salah satu cara untuk melakukan penghematan energi listrik adalah dengan memaksimalkan penggunaan energi sel surya pada bangunan-bangunan komersil terutama perhotelan. Pemanfaatan sel surya pada bangunan dengan luas 500 m2 akan membangkitkan energi listrik sekitar 87 MWh per tahun Rahardjo, Herlina, and Safruddin 2008. Oleh karena itu, penempatan sel surya pada perhotelan perlu disosialisasikan oleh pemerintah untuk menghemat penggunaan energi listrik. Industri perhotelan di Bukittinggi dapat memanfaatkan kondisi kota yang memiliki suhu udara sejuk dengan meminimalisir penggunaan AC. Selain itu diperlukan kebijakan mengenai green building dimana desain bangunan untuk sektor perhotelan dapat memaksimalkan energi matahari yang masuk terutama bagi ruangan yang bukan kamar hotel seperti ruang meeting dan restoran, hal ini terlihat pada hotel Mersi di Jl. Tuanku Nan Renceh. Masalah penggunaan listrik ditemukan pada restoran. Walaupun siang hari, pimpinan restoran memiliki kebijakan untuk tetap menghidupkan lampu. Kebijakan ini perlu dipertimbangkan kembali, karena tidak ditemukan alasan yang kuat mengenai pentingnya menghidupkan lampu pada siang hari di restoran. c Tren CO2 5% total emisi CO2 global disebabkan oleh pariwisata. Sektor transportasi pada kegiatan pariwisata menghasilkan proporsi CO2 terbesar yaitu 75%, diikuti oleh sektor akomodasi yaitu 20%. Emisi CO2 dari akomodasi disebabkan oleh pemanasan, penyejuk udara, restoran, kolam renang dan sebagainya. Selanjutnya, kegiatan seperti museum, taman hiburan, event wisata dan belanja juga mengemisi CO2 sekitar 3,5% UNWTO et al. 2008. Dari perhitungan emisi CO2 yang didapatkan dari penggunaan transportasi dan akomodasi wisata dapat dilihat pada grafik berikut. Gambar 1. Grafik emisi CO2 kg CO2 yang berasal dari penggunaan transportasi dan akomodasi oleh wisatawan Dari grafik di atas dapat dilihat emisi CO2 tertinggi berasal dari kegiatan transportasi oleh wisatawan domestik dan yang terendah berasal dari penggunaan energi pada akomodasi oleh wisatwan internasional. Secara keseluruhan terjadi peningkatan emisi CO2 dari tahun 2004-2015 dari kegiatan wisata di Kota Bukittinggi. Hal ini sesuai dengan tren CO2 yang dipantau oleh Global Atmosphere Watch GAW Koto Tabang yang berada 17 kilometer dari Kota Bukittinggi bahwa dari bulan Januari 2004 sampai dengan bulan Juli 2017 terlihat peningkatan konsentrasi CO2 yang cukup signifikan di daerah pengukuran yang tidak terlalu jauh dari Kota Bukittinggi. Hal ini membuktikan bahwa kenaikan emisi CO2 sektor wisata juga berkontribusi terhadap kenaikan konsentrasi CO2. Untuk mengurangi emisi CO2 dari aktifitas wisata dapat dilakukan dengan penggunaan transportasi masal seperti bus NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 2019 86-94 dan kereta api untuk mengurangi jumlah kendaraan yang dipakai untuk wisata. Selain itu, kendaraan agen wisata/travel sebaiknya menggunakan bahan bakar ramah lingkungan serta menguji emisi kendaraan secara berkala. Pemerintah juga dapat pempromosikan wisata masal dengan harga yang lebih murah sebagai upaya untuk mengurangi pemakaian kendaraan untuk wisata sekaligus mengurangi emisi CO2. Perubahan Biotik a Perilaku terhadap flora Dari observasi yang dilakukan di Taman Monumen Bung Hatta, masih banyak pengunjung yang tidak menghiraukan pengumuman yang diletakkan di taman agar tidak menginjak rumput. Mereka tetap masuk ke area taman untuk sekedar duduk, bersantai, dan bahkan mengadakan piknik dengan menggelar tikar dan makan bersama. Di Taman Panorama Baru, banyak ditemukan coretan-coretan pada pohon dan tanaman. b Perilaku terhadap fauna Dari hasil observasi khususnya di TMSBK, masih banyak pengunjung yang memberikan makanan sembarangan kepada satwa, padahal telah ada larangan untuk memberikan makanan selain yang disediakan oleh petugas TMSBK. Hal tersebut terlihat di lokasi rusa totol. Padahal telah ada program Feeding Food yaitu program pemberian makanan yang disediakan oleh TMSBK untuk rusa, gajah dan zebra dan wisatawan dapat membeli dengan harga Selain itu banyak pengunjung yang meludah dan membuang sampah sembarangan ke dalam kandang satwa. Kerusakan tumbuhan dan gangguan terhadap satwa di objek wisata di Kota Bukittinggi disebabkan oleh perilaku wisatawan yang tidak mempedulikan himbauan yang telah diberikan pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku pengunjung dan memberikan sanksi tegas kepada pengunjung yang didapati merusak flora dan mengganggu fauna. Selain itu diperlukan promosi yang lebih tepat sasaran untuk menjaga flora dan fauna seperti adanya himbauan melalui pengeras suara, maupun promosi pra kedatangan seperti mencantumkan pentingnya menjaga flora dan fauna di website destinasi wisata yang biasa di akses oleh wisatawan sebelum berkunjung ke Kota Bukittinggi. Prinsip yang perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan flora dan fauna di tempat wisata dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan kegiatan yang merusak lingkungan wisata. Selain itu sistem pengamanan oleh petugas yang ada di objek wisata juga harus berfungsi sebagai penindak dan pemberi sanksi terhadap wisatawan yang merusak flora dan fauna. Penggunaan Air bersih Air bersih yang disalurkan untuk sektor perhotelan mengalami kenaikan dari tahun 2015 sebesar m3 menjadi m3 pada tahun 2016 BPS Bukittinggi 2017. Pemakaian air bersih tertinggi berada pada bulan Agustus dan kembali meningkat pada bulan Desember dan Januari yang bertepatan dengan libur Natal dan Tahun Baru. Selain digunakan oleh sektor perhotelan, peningkatan konsumsi air dapat disebabkan oleh Kota Bukittinggi yang merupakan salah satu tujuan wisata kuliner, sehingga penggunaan air bersih untuk dikonsumsi juga meningkat. Akan tetapi, data pemakaian air pada bulan Juli yang merupakan libur Idul Fitri lebih rendah daripada bulan Agustus. Hal ini dapat disebabkan oleh hanya sekitar 75% wilayah Kota Bukittinggi yang dilayani oleh PDAM Bukittinggi sehingga tidak dapat menggambarkan penggunaan air oleh 25% wilayah lainnya. Selain itu, data yang didapatkan dari PDAM Kota Bukittinggi juga menggambarkan data distribusi air bersih ke semua daerah yang termasuk wilayah pelayanannya. Daerah tersebut adalah Kubang Putiah, Parabek, Kapeh Panji, Taluak dan Jambu Aia PDAM Bukittinggi 2016. Adapun sumber air PDAM Kota Bukittinggi adalah Mata Air Sungai Tanang, Mata Air Cingkariang, Sumur Dangkal Kubang Putiah, Sumur Bor Birugo, Water Treatment Plant Tabek gadang, dan Sumur Bor Gulai Bancah. Menurut Walikota, Bukittinggi masih memerlukan bantuan air bersih. Saat ini Bukittinggi membutuhkan 400 liter air per detik, namun PDAM hanya mampu menyediakan air sebanyak 209 liter per detik Antarasumbar 2017. Oleh karena itu perlu dilakukan alternatif penyediaan sumber air lainnya seperti menata kembali pemanfaatan sumber-sumber air, efisiensi pemanfaatan air terutama oleh sektor perhotelan, pembuatan sumur resapan yang sesuai sasaran, dan menjaga serta melestarikan daerah resapan. Wisatawan cenderung menggunakan sumber daya termasuk air dua kali lipat dari penggunaan biasanya ILO 2012. Pihak penyedia hotel dapat memberikan himbauan mengenai pentingnya menghemat sumber air dengan kalimat persuasif yang di tempel di setiap kamar mandi. Hal ini berhasil diterapkan di beberapa hotel yang ada di Bali Santika, Antara, and Harmini 2013. Beberapa hotel diantaranya telah melakukan penghematan air, seperti mengganti penggunaan bathup dengan shower, tetapi tidak melakukan himbauan untuk hemat air. Beberapa hotel menganggap bahwa promosi hemat sumber daya akan mengurangi pelayanan prima kepada wisatawan, padahal himbauan persuasif secara tidak langsung akan menggugah wisatawan untuk tidak boros dalam menggunakan listrik dan air. 4. KESIMPULAN Sebagian besar kegiatan wisata terpusat di pusat kota yang menyebabakan kekurangan lahan untuk kegiatan wisata terutama lahan parkir, meningkatnya timbulan sampah dan diperburuk oleh perilaku wisatawan yang membuang sampah sembarangan serta merusak flora dan fauna. Transportasi NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 NO. 2 2019 86-94 25077/ pada musim wisata mengalami peningkatan sehingga terjadi kemacetan di beberapa titik. Penggunaan energi meningkat seiring dengan aktifitas wisata diikuti dengan peningkatan emisi CO2. Trend kecelakaan meningkat pada musim wisata dan terdapat beberapa objek wisata yang membahayakan pengunjung. Disarankan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan khusus pariwisata yang berpedoman kepada sustainable tourism. REFERENSI Antarasumbar. 2017. “Jonan Resmikan Sumur Bor Air Di Bukittinggi.” Retrieved September 21, 2017 Bapedalda Sumbar. 2016. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat 2015. Padang Bapedalda Provinsi Sumatera Barat. BPS. 2016. Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Sustainable Development Goals Di Indonesia. Jakarta Badan Pusat Statistik. BPS Bukittinggi. 2016. Statistik Perhotelan Kota Bukittinggi. Bukittinggi BPS Bukittinggi. BPS Bukittinggi. 2017. Bukittinggi Dalam Angka 2017. Bukittinggi BPS Bukittinggi. BPS Sumbar. 2017. Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sumatera Barat 2 Juni 2017. Padang BPS Sumatera Barat. Cole, Stroma. 2012. “A Political Ecology of Water Equity and Tourism. A Case Study From Bali.” Annals of Tourism Research 3921221–41. Crouch, Geoffrey and Jordan Louviere. 2003. Convention Site Selection Determinants of Destinations Choice in the Australian Domestic Conventions Sector. Australia Cooperative Research Centre for Sustainable Tourism Pty. Ltd. Dewanto, Kelik. 2013. “Beban Listrik Turun 56 Persen Saat Lebaran.” Retrieved January 11, 2018 Dianasari, Dewa Ayu Made Lily. 2014. Penerapan Konsep Tri Hita Karana Di Daya Tarik Wisata Tanah Lot Bali. Denpasar. Dinas Pekerjaan Umum. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta About 89,200 results seconds Search Results Direktorat Jenderal Bina Marga. Disbudpar Sumbar. 2015. “Masa Depan Kepariwisataan Bukittinggi; Suatu Skenario Dengan Kehati-Hatian.” Retrieved January 2, 2017 http;// Elfindri. 2016. “Isu Strategis Kota Bukittinggi.” in Masa Depan Kota Bukittinggi, edited by Elfindri and A. Miko. Jakarta Baduose Media. Gössling, Stefan. 2002. “Global Environmental Consequences of Tourism.” Global Environmental Change 12283–302. Gössling, Stefan and Paul Peeters. 2015. “Assessing Tourism‟s Global Environmental Impact 1900–2050.” Journal of Sustainable Tourism 235639–59. Greeners. 2016. “Bandung City Ban Styrofoam for Food Packaging.” Retrieved September 21, 2017 Hardian, Rudy C. Tarumingkeng, Yuli Suhartono, and Ernan Rustiadi. 2007. “Kajian Dinamika Wilayah Untuk Kebijakan Perubahan Batas Administrasi Kota/Kabupaten Studi Kasus Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 Tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Bukittinggi Dan Kabupaten Agam.” Forum Pascasarjana 302123–35. Herawati, Tuty and Djuni Akbar. 2011. “Kajian Pengembangan Potensi Wisata Mice Kota Solo.” Epigram 8278–84. Iffa, Noorul, Mohd Nayan, Shamzani Affendy, and Mohd Din. 2015. “Significant Indicators in the Assessment of Environmental Tourism Carrying Capacity ETCC A Case Study at Royal Belum State Park, Perak Darulridzuan, Malaysia.” Tourism & Environment, Social and Management Sciences 15153–60. ILO. 2012. Rencana Strategis Pariwisata Berkelanjutan Dan Green Jobs Untuk Indonesia. Jakarta ILO Country Office Jakarta. ISAW. 2013. “Prinsip Kesejahteraan Satwa Di Kebun Binatang.” Retrieved September 21, 2017 Kemenpar. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Kemenpar. 2016. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja Rosdakarya Offset. Munawar, Ahmad. 2006. “Perencanaan Angkutan Umum Perkotaan Yang Berkelanjutan.” UNISIA 591. Palys. 2008. Purposive Sampling. In L. M. Given Ed. The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods. Vol. 2. Los Angeles Sage. PDAM Bukittinggi. 2016. “Profil PDAM Tirta Jam Gadang Kota Bukittinggi.” Retrieved January 1, 2018 Pemerintah Kota Bukittinggi. 2011. Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bukittinggi Tahun 2010-2030. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 2014. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014-2025. Pramudya, Wisnu and Nyoman Sukma Arida. 2016. “Kelurahan Ubud Di Ambang Kemacetan Total.” Destinasi Pariwisata 42. NOFRIYA, ET AL / DAMPAK JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS - VOL. 16 2019 86-94 Rahardjo, Amien, Herlina, and Husni Safruddin. 2008. “Optimalisasi Pemanfaatan Sel Surya Pada Bangunan Komersial Secara Terintegrasi Sebagai Bangunan Hemat Energi.” in Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Lampung Universitas Lampung. Russo, Antonio Paolo. 2002. “The „Vicious Circle‟ of Tourism Development in Heritage Cities.” Annals of Tourism Research 291165–82. Rye, Tom. 2011. Manajemen Parkir Sebuah Kontribusi Untuk Kota Yang Layak Huni. Eschborn Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GIZ GmbH. Sahu, Sonam, Sindhu J. Nair, and Pankaj Kumar Sharma. 2014. “Review on Solid Waste Management Practice in India A State of Art.” International Journal of Innovative Research & Development 33261–64. Sanesta, Aldian. 2015. “Strategi Pengembangan Kepariwisataan Di Kota Bukittinggi.” Jom FISIP 121–15. Santika, Wayan G., D. M. Suria Antara, and A. A. Ayu N. Harmini. 2013. “Memotivasi Perilaku Hemat Energi Dan Ramah Lingkungan Di Sebuah Hotel.” Jurnal Bumi Lestari 132. Sari, Putri Nilam. 2016. “Analisis Pengelolaan Sampah Padat Di Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam.” Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas 102157–65. Sharma, R. 2016. “Evaluating Total Carrying Capacity of Tourism Using Impact Indicators.” Global Journal of Environmental Science and Management-Gjesm 22187–96. Subroto, Yoyok Wahyu. 2002. “Perluasan Kota Dalam Realitas Sosial Dan Kultural Masyarakat.” Populasi 131. Tamin, Ofyar Z. 2000. Perencanaan Dan Pemodelan Transportasi. Bandung ITB. Tutri, Rio. 2016. “Tinjauan Aspek Sosial Budaya Dalam Rencana Pembangunan Jalan Dan Terowongan Balingka-Ngarai Sianok.” Jurnal Ipteks Terapan 104. UNEP and WTO. 2008. Making Tourism More Sustainable, A Guide for Policy Maker. United Nations Environment Programme and World Tourism Organization. UNESCO. 2009. Ekowisata Panduan Dasar Pelaksanaan. Jakarta UNESCO Office. UNWTO, UNEP, and WMO. 2008. Climate Change and Tourism Responding to Global Challenges. MAdrid, Paris UNWTO, UNEP. Valentina, Tengku Rika. 2007. “Kontroversi PP 84/1999 Konflik Elite Dengan Masyarakat Adat Tentang Batas Wilayah Antara Kabupaten Agam Dan Kota Bukittinggi.” Demokrasi 61. WEF. 2017. The Travel & Tourism Competitiveness Report 2017. Geneva. Ye-qin, Fu and Zheng Xiang-min. 2014. “Ndustrial Merging of Tourism Industry and MICE Industry Analysis of Industrial Value Chain, Approaches and Countermeasures.” Journal of Northwest A&F University Social Science Edition 2. ... Pada tahun 2018, Bali mendapat masalah berupa sampah dengan jumlah yang terus meningkat karena wisatawan dan warga Bali Widyowati, Syahputri and Febriantro, 2018. Seterusnya, pada tahun 2019, pariwisata di pantai Sanur Bali berdampak negatif salah satunya pada lingkungan seperti tumpukkan sampah Nurwarsih and Wijaya, 2019 Nofriya, Arbain and Lenggogeni, 2019. Penelitian lainnya tentang perspektif teoritis dampak pariwisata terhadap lingkungan di Jawa Barat. ...... Tingginya konsumsi wisatawan saat berwisata yang tidak disertai proses reduce, reuse dan recycle berdampak terhadap sampah di setiap objek wisata Nofriya, Arbain and Lenggogeni, 2019. Kegiatan wisata menyebabkan peningkatan timbulan sampah dan diperburuk oleh perilaku wisatawan yang membuang sampah sembarangan serta merusak flora dan fauna. ...Ni Wayan AnggreniTujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji dampak pariwisata di tengah pandemi Covid-19 terhadap lingkungan Pantai Sanur. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode observasi dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yaitu analisis deskriptif kualitatif. Hasil dianalisis disajikan menggunakan teknik formal dan informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pariwisata berdampak positif dan negatif terhadap lingkungan Pantai Sanur di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Dampak positif pariwisata di tengah pandemi Covid-19 terhadap lingkungan pantai Sanur antara lain ketersediaan jalan yang luas bagi wisatawan, lingkungan tertata rapi, polusi air laut berkurang, tepi pantai bersih, dan sampah an-organik seperti plastik, botol, dan sejenisnya yang berasal dari restoran maupun pedagang berkurang. Namun, dampak negatif pariwisata di tengah pandemi Covid-19 terhadap lingkungan pantai Sanur antara lain sampah organik seperti daun yang gugur mendominasi, terjadi polusi udara akibat pembakaran daun, dan sampah organik seperti daun bertumpuk.... Kondisi pandemi COVID-19 memmbuat destinasi wisata diwajibkan untuk mengedepankan prinsip kesehatan dan kebersihan Gunagama et al, 2020. Pandemi covid 19 yang melanda Indonesia tidak hanya berdampak negatif terhadap berbagai sektor, terutama sektor wisata, namun secara ekosistem dengan adanya pandemi COVID-19, kondisi ekosistem menjadi lebih baik, karena minimnya interaksi terhadap manusia Nofriya et al, 2019, sehingga perlu adanya suatu strategi khusus untuk dapat menjalankan pengelolaan wisata pada masa new normal dan dapat mengantisipasi terjadinya kerusakan potensi yang dimiliki KRC. Strategi yang perlu diterapkan yaitu penyampaian informasi secara langsung dan terbaru mengenai jumlah daya tampung di KRC. ...Anugrah Putra Syafithra Messalina Lovenia SalampessyKustin Bintani MeiganatiWinarni WinarniThe COVID-19 pandemic has impacted various fields, especially the tourism sector in Indonesia. Cibodas Botanical Gardens KRC as an ecotourism destination as well as a conservation area that has an important role in the welfare of the surrounding community and the environment, requires appropriate management strategies in the new normal. The purpose of this study is to determine the development of ecotourism strategies during the new normal period in KRC. Data was collected using survey methods and literature studies, survey methods were carried out by direct observation, documentation and interviews. Interviews were conducted with managers, communities and visitors, with 30 respondents each. Determination of the sample is done by purposive sampling method. Literature studies are carried out by obtaining data through books and scientific journals as well as related agencies websites. Data analysis used SWOT Strength, Weakness, Opportunities, Threats analysis. The results showed that the total score for the Internal Factor Evaluation was and the total score for the External Factor Evaluation was with a quadrant I one position, namely Aggressive, with a strategy of mitigating COVID-19 alert in ecotourism services, coaching and community assistance, make policies and special services for COVID-19, create new innovation programs and infrastructure, build cooperation in the fields of service, tourism business, and environmental security as well as form environmentally conscious and conservation organizations.... From the results of observations made, waste management at tourist sites is one of the main priorities that need to be improved because it greatly impacts the physical condition of tourist destinations. This is also found in tourist locations in other areas that find that an increase in tourists' number is followed by the rise in the amount of waste, especially during the tourist season [14]. ... Abdul AzizJaya MualiminDi mulainya arah pembangunan berkelanjutan yang telah diagendakan di RJPMN tahun 2020-2024, Indonesia meskipun jauh ketinggalan dengan Cina dan Korea Selatan memberikan harapan baru. Menurut Kementrian PPN/Bappenas bekerjasama dengan UNDP United Nations Development Programme, yaitu Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Denmark memetakan potensi kebermanfaatan penggunaan prinsip ekonomi sirkular berbasis keberlanjutan sebagai berikut 1 Sektor keuangan berpeluang menghasilkan tambahan PDB di tahun 2030 sebesar Rp593-638 Triliun; 2 Sektor lapangan kerja hijau di tahun 2030 akan tercipta 75 % merupakan tenaga perempuan; 3 Emisi COek di tahun 2030 dapat diturunkan menjadi 126 Juta ton; 4 Dari sisi pengurangan limbah di sektor prioritas pada tahun 2030 berkisar 18-52 %; dan 5 Dari sisi pengurangan penggunaan air di tahun 2030 mencapai 6,3 Milyar m3 Putri Nilam SariPencemaran lingkungan menyebabkan meningkatnya penyebaran penyakit, mengurangi estetika lingkungan, dan berdampak pada pemanasan global. Di Kecamatan Banuhampu sebagian besar sampah masih dibuang sembarangan yang berpotensi merusak lingkungan sekitar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan informan penelitian berjumlah 9 orang. Hasil penelitian menunjukkan belum adanya perencanaan khusus dalam pengelolaan sampah karena tidak adanya tempat pengelolaan sampah. Untuk pelaksanaan pengelolaan sampah, di daerah pinggir kota telah terdapat masyarakat yang bekerjasama dengan Kota Bukittinggi dan di daerah pedesaan telah ada masyarakat yang mengelola sampah dengan membuat kompos, tetapi sebagian besar sampah masih dibuang sembarangan. Diperlukan perwakilan BPLH untuk memanajemen pengelolaan sampah di Kecamatan Banuhampu, membuat Peraturan Daerah khusus sampah, pengembangan metode pengelolaan sampah dan sosialisasi kepada masyarakat untuk melaksanakan 3R Reduce, Reuse, Recycle sehingga jumlah sampah dapat diminimalisir. Kata Kunci perilaku, pengelolaan sampah, sampah padatRio TutriFor the sake of creating a development that have a positive impact to the community, then in the development of society becomes very necessary to be involved. Community involvement has been started on the stages of planning , implementation, monitoring and maintenance of development products. This is in accordance with the principles of sustainable development is development that should be profitable, development must be socially acceptable and that development must be environmentally friendly. By holding the principle of sustainable development is expected to more communities can be actively involved in the development, as well as enjoy the fruits of such development. Demi untuk menciptakan sebuah pembangunan yang memberikan dampak positif kepada masyarakat, maka dalam pembangunan tersebut masyarakat menjadi sangat perlu untuk dilibatkan. Pelibatan masyarakat ini sudah dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan itu harus bisa menguntungkan secara ekonomi, pembangunan harus diterima secara sosial serta pembangunan itu harus ramah lingkungan. Dengan memegang prinsip pembangunan berkelanjutan inilah diharapkan masyarakat lebih bisa terlibat aktif dalam pembangunan, serta menikmati hasil dari pembangunan tersebut. Ravi SharmaThe carrying capacity is well identified tool to manage problems due to uncontrolled tourism for any destination. This report highlights the carrying capacity estimation of Kerwa tourism area, Bhopal, India. The methodology used in this report is a new two-tier mechanism of impact analysis using index numbers derived from a survey of 123 stakeholders. From this the individual component impact analysis and the total carrying capacity of the area is computed in order to state the insight of the total carrying capacity left for the tourism activities in Kerwa tourism area. It is calculated from, the results so obtained, that the Kerwa catchment area falls in “very low impact category” and hence in a healthy state of the artwork in terms of total carrying capacity. The study conveys the current need in the destination management and tourism development as a road map for the destination managers for implementing sustainable The present study aimed to find out whether persuasive messages with descriptive norms and norms of reciprocation were better than the standard message in increasing participation in hotel's reuse linens and towels program and to know whether similar studies conducted in the individualistic culture of the United States could be replicated for the Indonesian collectivistic culture. The study started by printing four different cards with standard, standard with bigger fonts, descriptive norms, and norms of reciprocation messages. Cards were placed in rooms of a hotel located in Bali. Results show that cards printed with descriptive norms and norms of reciprocation messages were indeed more dominant than the standard one in increasing participation in linens and towels reuse program. The results were similar to those conducted in the United Gössling Paul PeetersThis paper pioneers the assessment of tourism's total global resource use, including its fossil fuel consumption, associated CO2 emissions, fresh water, land, and food use. As tourism is a dynamic growth system, characterized by rapidly increasing tourist numbers, understanding its past, current, and future contributions to global resource use is a central requirement for sustainable tourism assessments. The paper introduces the concept of resource use intensities RUIs, which represent tourism's resource needs per unit of consumption energy per guest night. Based on estimates of RUIs, a first assessment of tourism's global resource use and emissions is provided for the period 1900-2050, utilizing the Peeters Global Tourism Transport Model. Results indicate that the current 2010 global tourism system may require PJ of energy, 138 km3 of fresh water, 62,000 km2 of land, and Mt of food, also causing emissions of Gt CO2. Despite efforts to implement more sustainable forms of tourism, analysis indicates that tourism's overall resource consumption may grow by between 92% water and 189% land use in the period 2010-2050. To maintain the global tourism system consequently requires rapidly growing resource inputs, while the system is simultaneously becoming increasingly vulnerable to disruptions in resource flows. Stroma ColeMany island destinations are struggling with tourism’s water demands. A political ecology approach is used to understand how social power and ecology come together and result in inequitable and unsustainable water distribution on the island of Bali. Bali is an important case study because 80% of the economy depends on tourism and tourism depends on a healthy water supply. Following a month of interviews and a survey, a stakeholder map has been developed. The causes and consequences of Bali’s mismanagement of water are discussed. The environmental and political factors that intersect and result in water inequity are already causing social conflict and environmental problems. In the near future they will begin to impacts on Bali’s tourism and congestion in the distric of Ubud is an urgent problem. It is a logical consequence of the unpreparedness of Ubud in the face of rapid development of tourism. Construction of facilities and infrastructure provided for tourists, continuously carried out without analyzing the carrying capacity of Ubud as a tourism destination. The failure of governement authorities in managing public space in Ubud led to the emergence of traffic congestion. The purpose of this research is to find out the cause of traffic congestion as well as the action is being pursued by local community in solving traffic congestion. In this research, there are quantitative and qualitative data derived from primary and secondary data. The techniques to collect data were using observation, in-depth interview and literature study. Informants were determined by choosing the first informant, followed by key informants. The data obtained was analyzed using qualitative method and explained descriptively. Research shows the factors causing traffic congestion in the distiric of Ubud are emerged directly by two categories, internal and external categories. Local community managed to solve congestion with the realization of two central parkings, shuttle bus, traffic management and revitalization of pedestrian and traffic real action from local government, local community have tried to solve traffic congestion with their own resources and Yoyok Wahyu SubrotoThe expansion of cities is one of the most interesting issues, especially in the backdrop of increasing scarcity of space for the burgeoning population as well as environmental concerns, which among other things, advocate for the preservation of conservation areas on the city’s outskirts. The expansion of cities has resulted into the spatial, social, and cultural transformation of suburban areas. The importance of adopting spatial development pattern for areas on city fringes should foster the formulation of development that should take cognizance of the social and spatial aspects of such areas. Upon implementation, spatial development pattern will facilitate the proper phasing, and direction of the transformation process. Proper urban /city development and expansion should be conducted through five phases, which entail 1 determining the goal, 2 creating the development and conservation pattern, 3 identifying the area of focus, 4 planning, 5 and implementation. If city development is based on the five phases aforementioned, it should evolve into a controllable expansion pattern, which is known as accretion expansion. Ahmad MunawarThe realization of public transportation in cities in Indonesia has some obstacles. The problems cover services because of high operational cost, the decrease of passengers, and the safety in public transportation. The weakness of public transportation also grows the informal sectors in this sector. The comparative analysis regarding public transportation between Yogyakarta and Bandung including net way, vehicles, head way, load factor, the quality and the obstacle. Hence, to build cities public transportation either in short, middle and long term. Theses terms cover the sustainability, buy service system, and massive public transportation system. Protes yang dilakukan warga Banjar (Dusun) Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung, terhadap investor Garuda Wisnu Kencana (GWK), PT Alam Sutera Realty Tbk, dapat merusak citra pariwisata Bali. "Kondisi tersebut memang dapat dimaklumi karena selama ini kurang jelasnya ketentuan pemerintah terhadap hak-hak orang Bali di kawasan pariwisata.
› Riset›Membangun Kawasan Wisata Tanpa... Pembangunan lokasi wisata harus mengedepankan keselamatan lingkungan. Mempertemukan kepentingan wisata dengan aspirasi masyarakat setempat menjadi solusi agar sektor wisata memiliki nilai ekonomi dan sosial, Penolakan terhadap pembangunan kawasan strategis pariwisata nasional mencuat di jagat maya. Twitter diramaikan oleh tagar-tagar penolakan menyusul adanya rencana pembangunan kawasan wisata di Pulau Rinca yang dikhawatirkan akan merusak habitat PEKERJA PROYEK PULAU RINCA. Seekor komodo menghalangi sebuah truk pengangkut tiang pancang di Loh Buaya, Pulau Rinca, Sabtu 24/10/2020. Sesuai kepercayaan masyarakat adat Manggarai, komodo tidak suka adanya pembangunan betonisasi dan seminisasi di pulau penolakan terhadap rencana pembangunan kawasan strategis pariwisata nasional ternyata sudah banyak muncul jauh sebelumnya. Kehati-hatian dalam pembangunan maupun pengelolaan kawasan strategis pariwisata nasional KSPN serta dukungan sumber daya manusia setempat akan sangat menentukan keberlangsungan lingkungan wisata di masa mendatang. KSPN merupakan program nasional yang menjadi prioritas kabinet kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dalam dokumen Nawacita, khususnya pembahasan Sektor Prioritas Pembangunan Kabinet Kerja, JKW-JK, sektor pariwisata adalah prioritas kelima, setelah infrastruktur, maritim, energi, dan normatif, berdasarkan Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional 2010-2025, ditetapkan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional KSPN di Indonesia. Dari 88 lokasi, ditetapkan 10 destinasi prioritas dengan jargon kampanye ”Menciptakan 10 Bali Baru”.Dalam perkembangannya, muncul lima KSPN super prioritas, yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Manado-Bitung-Liukupang. Alokasi anggaran yang digunakan PUPR dalam mendukung 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional KSPN Super-Prioritas dalam APBN 2020 mencapai 4,89 triliun,Sebagai salah satu lokasi superprioritas, pemerintah berencana membangun KSPN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur NTT. Salah satunya adalah pembangunan ”Jurassic Park” di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, Manggarai ini hendak dijadikan destinasi wisata premium dengan pendekatan konsep geopark atau wilayah terpadu yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang pembangunan Jurassic Park tidak berjalan mulus. Di Twitter, sejak 26 Oktober muncul tagar Jurassic Park, SaveKomodo, savekomodo, SelamatkanKomodo, dan Pulau Rinca bergantian menghiasi trending topik Indonesia. Tagar Komodo bahkan mencapai cuitan pada 26 Oktober hingga pukul WIB. Sementara tagar savekomodo menjadi trending topic mencapai cuitan pada 26 Oktober belakangan muncul petisi penolakan pembangunan kawasan wisata itu yang digagas di Twitter berjudul Cabut Izin Pembangunan Investor Asing/Swasta di Kawasan Taman Nasional Pulau Komodo. Petisi itu telah ditandatangani lebih dari orang dan ditargetkan orang untuk KSPN dinilai berdampak buruk bagi kelangsungan hidup komodo. Petisi untuk menyelamatkan komodo pun menggema. Pembangunan Jurassic Park di Pulau Rinca dinilai bukan jalan untuk membuat kunjungan wisata ke Taman Nasional Komodo lebih menarik manajemen, promosi, dan pengemasan wisata komodo selama ini dinilai menjadi penyebabnya. Pembuatan taman buatan seperti Jurassic Park dinilai tidak sebanding dengan status Pulau Rinca sebagai satu-satunya tempat di dunia yang menjadi habitat terhadap rencana pembangunan KSPN di sejumlah wilayah wisata prioritas sesungguhnya sudah lama muncul dari berbagai pihak. Pembangunan KSPN dinilai hanya berorientasi pada infrastruktur wisata, tetapi melupakan dampak lingkungan dan sosial budaya Sebelum ramai diperbincangkan di media sosial, pembangunan di berbagai wilayah KSPN telah mendapatkan banyak penolakan. Penolakan tidak hanya ditujukan pada pembangunan KSPN di Pulau Rinca, tetapi juga di Danau Toba dan wilayah-wilayah kawasan PENGUNJUNG PULAU PADAR. Pulau Padar salah satu pulau kecil nan indah di dalam TN Komodo. Setelah Pulau Rinca, Pulau Padar pun berpeluang dibangun Agustus 2018, Formapp menolak rencana pembangunan tempat peristirahantan di kawasan Pulau Rinca dan Pulau Padar yang merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo atau TNK. Kala itu, konsesi pembangunan sudah diberikan kepada PT Komodo Wildlife Ecotourism untuk konsesi seluas 426,07 274,13 hektar berada di kawasan Pulau Padar dan 151,94 hektar lainnya di Pulau Komodo. Kemudian konsesi di Pulau Rinca digenggam PT Sagara Komodo Lestari SKL.SKL memperoleh izin konsesi seluas 22,1 hektar untuk pembangunan tempat peristirahantan, seperti restoran, penginapan ranger, serta fasilitas lainnya. Penolakan Formapp ditunjukkan dengan demo yang dihelat di depan kantor DPRD Manggarai diminta membatalkan rencana pembangunan tempat peristirahantan karena ditengarai menyalahi Pasal 19, 21, dan 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan III DPR kemudian menolak rencana pembangunan sarana wisata alam oleh PT. Segera Komodo Lestari, di Kawasan Balai Taman Nasional Komodo TNK, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara meminta pembangunan tersebut dihentikan. Penolakan disebabkan karena dinilai berdampak buruk terhadap habitat flora dan fauna di 2019, penolakan terhadap pembangunan KSPN di berbagai wisata pesisir datang dari Forum Masyarakat Adat Pesisir. Lembaga ini menolak perampasan ruang hidup masyarakat dalam bentuk proyek reklamasi di 42 wilayah pesisir. Penolakan serupa juga ditujukan pada usaha tambang pesisir di 26 kawasan pesisir dan pulau-pulau juga datang dari Masyarakat Adat Raja Na Opat Desa Sigapiton yang memprotes pembangunan KSPN Danau Toba. Perwakilan masyarakat adat Desa Sigapiton juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap ketersediaan air mengingat titik pembangunan berada di dekat sumber air utama. Pendekatan pemerintah yang tidak melibatkan masyarakat menimbulkan gesekan sosial di antara warga terhadap pembangunan KSPN yang tengah berlangsung harus menjadi perhatian serius pemerintah. Berbagai ketakutan dan kekhawatiran warga maupun pihak lainnya harus mampu dijawab lewat jaminan dari pemerintah bahwa pembangunan yang sedang dilakukan tinggi manfaat dari sisi sosial budaya, ekonomi masyarakat lokal, terlebih masa depan lingkungan Jaminan dari pemerintah akan pembangunan yang terpadu dan tidak merusak kawasan wisata yang asli menjadi keharusan supaya tidak ada penolakan dari berbagai pihak. Belakangan, Menteri PUPR menyatakan pembangunan di KSPN selalu mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan infrastruktur di setiap KSPN direncanakan secara terpadu, baik penataan kawasan, jalan, penyediaan air baku dan air bersih, pengelolaan sampah, sanitasi, maupun perbaikan hunian penduduk melalui sebuah rencana induk pengembangan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan penataan di Pulau Rinca, penataan memasuki tahap pembongkaran bangunan eksisting dan pembuangan puing, pembersihan pile cap, dan pembuatan tiang pancang. Pemerintah memastikan pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan telah menjamin keselamatan pekerja dan perlindungan terhadap satwa itu, untuk melindungi Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site UNESCO, Kementerian PUPR bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan LHK. Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman pada 15 Juli 2020 atau sebelum proyek dilakukan untuk mencegah dampak negatif terhadap habitat satwa, khususnya komodo, yang bermukim di Pulau Rinca. Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi NTT Herman Tobo bahkan mengklaim pembangunan Pulau Rinca selalu melibatkan ranger agar tidak merusak juga mengklaim penggunaan kawasan hutan untuk mendukung investasi di wilayah KSPN Danau Toba melalui proses izin yang seharusnya. Penggunaan kawasan hutan untuk mendukung investasi yang dikhawatirkan akan mengakibatkan kesulitan air bersih bagi masyarakat lokal diklaim oleh pemerintah melalui proses izin pinjam pakai kawasan hutan IPPKH untuk pembangunan kawasan wisata panorama infrastruktur secara fisik dan fungsional harus mendukung KSPN serta seimbang dengan perlindungan lingkungan. Selanjutnya, pemerintah harus memastikan adanya upaya pengembangan masyarakat, pengembangan kapasitas usaha, pelatihan peningkatan pemasaran daring online, peningkatan kualitas pelayanan, evaluasi, dan pemonitoran hingga manajemen kawasan dari pengalaman, Indonesia masih sangat lemah dalam pengemasan produk wisatanya. Sehingga, pembangunan infrastruktur di KSPN tidak menjamin peningkatan wisatawan jika tidak didukung kualitas sumber daya manusia setempat. LITBANG KOMPAS
REPUBLIKACO.ID, DENPASAR -- Pengamat pariwisata Bali, Dewa Rai Budiasa mengatakan protes yang dilakukan warga Banjar (Dusun) Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung, terhadap investor Garuda Wisnu Kencana (GWK), PT Alam Sutera Realty Tbk, harus dapat diselesaikan secepatnya. Karena jika tidak, dapat merusak citra pariwisata Bali.
Pandemi Covid-19 yang sedang berjalan memasuki tahun ke-2 memang luar biasa. Perekonomian di seluruh dunia terdampak dan rusak berat. Salah satu industri yang paling terkena imbas adalah sektor pariwisata karena hampir semua negara membatasi perjalanan. Semua bisnis yang berada di sektor ini benar-benar tiarap sampai entah kapan. Namun, di sisi lain, terhentinya aktivitas pariwisata memberikan waktu sejenak untuk lingkungan beristirahat. Kenapa? Karena meski menguntungkan bagi perekonomian, banyak dampak buruk pariwisata terhadap lingkungan yang tidak disadari. Beberapa contoh dampak buruk pariwisata terhadap lingkungan bisa disebutkan di bawah ini 1> Produsen gas rumah kaca Terbang dari satu tempat ke tempat lain saat berwisata memang menyenangkan, hemat waktu, tenaga, dan nyaman. Sayangnya, semua itu harus dibayar oleh lingkungan. Pesawat yang ditumpangi , sama seperti kendaraan bermotor lainnya, merupakan salah satu sumber gas rumah kaca, seperti karbondioksida, karbon monoksida, dan lainnya, yang luar biasa besar juga. Semakin berkembang pariwisata, semakin banyak penerbangan, semakin banyak gas buang yang dilemparkan ke atmosfer. Menurut penelitian, transportasi untuk turisme menyumbang 5 persen dari emisi gas yang menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global. Dengan terhentinya pariwisata, otomatis penerbangan berkurang dan industri penerbangan merana, tetapi penyebar emisi gas rumah kaca berkurang. 2> Kerusakan lingkungan Banyak sekali lokasi wisata alam baru yang hadir di berbagai daerah Indonesia. Berkembangnya media sosial sering menyebabkan sebuah tempat yang sebelumnya tidak dikenal kebanjiran pelancong dan menjadi tempat wisata terkenal. Perekonomian di sekitar lokasi tersebut pasti akan meraup keuntungan, tetapi secara ekologis, tempat itu mengalami kerugian berupa kerusakan lingkungan. Sebuah tempat pariwisata pasti akan memerlukan banyak fasilitas, seperti tempat makan, toilet, tempat berkumpul, tempat beribadah, fasilitas permainan, dan sebagainya. Itu semua merupakan tuntutan industri pariwisata. Mau tidak mau, banyak lahan di lokasi yang sebelumnya alami itu harus berubah bentuk. Banyak bangunan harus didirikan dengan mengorbankan tanah dan alam yang sebelumnya hidup dengan tenang. Yang lebih buruk lagi, penataan tempat tersebut acap kali tidak memperhatikan estetika dan kelestarian lingkungannya. 3> Sampah bertebaran Jangankan di tempat yang tidak ada petugasnya, di lokasi wisata yang petugasnya rajin berkeliling saja, pengunjung tempat wisata, terutama di Indonesia, tetap saja membuang sampah sembarangan. Contohnya saja, foto dalam tulisan ini yang diambil di Taman Kartini, Rembang, Jawa Tengah. Botol bekas minuman tergeletak di pasir pantai. Ini merupakan penyebab bencana ekologi karena plastik baru bisa terurai ratusan tahun dan bila termakan hewan akan menyebabkan kematian. Contoh lainnya adalah di destinasi wisata terkenal , Kebun Raya Bogor. Dalam tulisan Pengunjung Tidak Peduli, Pengelola Lalai = Bau Busuk di Sudut Taman Teijsman KRB, bisa terlihat betapa pengunjung seenaknya membuang sampah ke aliran air. Padahal, lokasi turisme ini bersebelahan dengan Istana Bogor dan rutin petugas berkeliling untuk mengingatkan. 4> Kerusakan sumber daya air Bermain golf itu salah satu jenis wisata eksklusif dan digemari banyak orang. Tidak sedikit orang bersedia membayar mahal keanggotaannya. Olahraga ini juga terkesan bersih dan minim dampak terhadap lingkungan. Namun, sebenarnya tidak. Untuk merawat rumput dan berbagai tanaman di sebuah lapangan golf, pengelolanya pasti akan menggunakan pestisida, pupuk, dan berbagai zat kimia lainnya. Semua itu akan meresap ke dalam tanah dan menyebabkan kerusakan pada sumber air tanah. Jangan lupakan juga bahwa para pemain golf biasanya akan datang bermobil dan menyebabkan polusi udara juga. Industri pariwisata memang dibutuhkan untuk menggerakkan perekonomian dimanapun. Perputaran uangnya begitu besar dan tentunya dapat menghidupi banyak orang. Namun, tidak berarti demi ekonomi, lingkungan harus dikorbankan. Pariwisata pun harus diatur, dikelola dengan bijaksana dan juga dikembangkan agar lebih ramah lingkungan. Kalau tidak, perlahan tetapi pasti dampak buruk pariwisata terhadap lingkungan akan terus meningkat. Sehingga pada akhirnya akan merugikan umat manusia juga. Sesuatu yang tentunya tidak dikehendaki. Akantetapi banyak terjadi kontroversi mengenai hal ini, sebab di tempat wisata tertentu, jika keamanan nya masih kurang, kecelakaan akan menjadi faktor penghalang. Sebut saja, di derah Coban Sewu, Lumajang, sempat terjadi insiden jatuhnya pengunjung dari tebing saat hendak berselfie. Disamping masalah keamanan, yang menjadi sorotan utama Pariwisata yang tidak berkelanjutan dapat memiliki efek negatif yang signifikan terhadap lingkungan suatu daerah. Pariwisata biasanya dianggap sebagai anugerah bagi perekonomian suatu daerah. Pariwisata membawa kemakmuran ke wilayah tersebut dan menyediakan lapangan kerja bagi penduduk setempat di wilayah tersebut. Namun, ketika pariwisata menjadi tidak berkelanjutan di alam, itu dapat memiliki konsekuensi bencana pada lingkungan. Ketika industri pariwisata yang aktif di kawasan tersebut melintasi hambatan hukum dan etika untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan, hal itu dapat menyebabkan degradasi besar-besaran terhadap lingkungan di daerah tersebut. Populasi manusia lokal, flora, dan fauna, sangat menderita karena pariwisata yang tidak bertanggung jawab dan tidak berkelanjutan seperti itu. Beberapa cara di mana pariwisata berdampak buruk terhadap lingkungan telah disebutkan di bawah iniPariwisata Dan PolusiEfek Transportasi Turis Dalam Polusi UdaraPergerakan wisatawan dari rumah mereka ke tujuan wisata melibatkan transportasi melalui jalan, kereta api, atau udara, atau kombinasi dari moda transportasi ini. Ketika sejumlah besar wisatawan terlibat, itu selalu mengarah pada penggunaan yang lebih besar dari sistem transportasi. Kita semua sadar akan fakta bahwa emisi dari mobil dan pesawat terbang adalah salah satu penyebab terbesar polusi udara. Ketika sejumlah besar wisatawan menggunakan moda transportasi ini untuk mencapai daya tarik tertentu, itu mencemari udara baik lokal maupun global. Karena pesatnya pertumbuhan dalam pariwisata internasional, wisatawan sekarang menyumbang hampir 60% dari perjalanan udara. Di banyak tempat, bus atau kendaraan lain meninggalkan motornya berjalan untuk memastikan bahwa wisatawan kembali ke kendaraan ber-AC yang nyaman. Praktik semacam itu semakin mengotori Mengarah Ke Polusi KebisinganDestinasi turis sering mengalami polusi suara yang signifikan. Kendaraan turis yang memasuki dan meninggalkan daerah alami menciptakan banyak kebisingan. Kebisingan seperti itu adalah sumber kesusahan bagi satwa liar. Musik keras yang dimainkan oleh wisatawan di kawasan hutan juga mengganggu binatang yang tinggal di daerah tersebut. Seringkali, kebisingan yang dihasilkan oleh kegiatan wisata untuk jangka panjang mengubah pola aktivitas alami Tempat-Tempat Wisata Oleh Wisatawan yang Tidak Bertanggung JawabWisatawan yang tidak bertanggung jawab seringkali mengotori tempat-tempat wisata yang dikunjungi oleh mereka. Pembuangan limbah merupakan masalah besar di lingkungan alami. Menurut perkiraan, kapal pesiar di Karibia menghasilkan lebih dari ton limbah setiap tahun. Jika limbah dibuang secara tidak bertanggung jawab di laut, dapat menyebabkan kematian hewan laut. Bahkan Gunung Everest tidak bebas dari limbah yang dihasilkan manusia. Para trekker meninggalkan tabung oksigen, sampah, dan peralatan berkemah di gunung dan bukit. Beberapa jalur di Himalaya dan Andes dijuluki “Jejak kertas toilet” atau “Jejak Coca-Cola,” mengacu pada sampah yang tertinggal di jalur Yang Dihasilkan Di Tempat Wisata Mengontaminasi Lingkungan AlamiPembangunan fasilitas wisata yang merajalela seperti hotel, kafe, restoran, dll., Di daerah tanpa pengaturan yang tepat untuk pembuangan limbah yang aman, dapat mengakibatkan konsekuensi yang membahayakan. Air limbah yang membawa limbah dari daerah-daerah tersebut sering mencemari badan air di sekitarnya. Ini dapat menyebabkan eutrofikasi badan air dan hilangnya keseimbangan dalam ekosistem air. Polusi badan air dengan limbah juga dapat menyebabkan masalah kesehatan dan bahkan epidemi yang pada akhirnya dapat memusnahkan populasi besar flora dan fauna air dan juga berdampak buruk bagi kesehatan Dapat Merusak Estetika LingkunganFasilitas wisata yang dibangun untuk mendapatkan keuntungan tanpa khawatir tentang mengintegrasikan desain dengan fitur alami tempat itu dapat menyebabkan polusi estetika. Resor besar dengan desain berbeda dapat mendominasi pemandangan dan merusak keindahan alam suatu Dan Sumber Daya AlamKetika pariwisata didorong di daerah dengan sumber daya yang tidak memadai, itu akan berdampak negatif pada ekosistem daerah tersebut. Di daerah-daerah seperti itu, flora dan fauna lokal mungkin kehilangan sumber daya yang dibutuhkan untuk menopang kehidupan mereka. Misalnya, air dalam volume besar dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan, menjalankan hotel, kolam renang, memelihara lapangan golf, ini dapat menurunkan kualitas air dan mengurangi volume air yang tersedia untuk penduduk lokal , tumbuhan, dan hewan. Bukan hanya sumber daya air yang habis. Praktik yang tidak berkelanjutan oleh industri pariwisata juga dapat menekan sumber daya lain seperti makanan, energi, Dan Degradasi Fisik EkosistemSetiap ekosistem bekerja dengan keseimbangan alam yang halus. Setiap spesies dalam ekosistem memiliki peran spesifik untuk dimainkan dalam sistem. Namun, pariwisata sering mengganggu keseimbangan yang rapuh ini dan menciptakan bencana besar di ekosistem. Ketika industri pariwisata yang aktif di suatu daerah benar-benar berpikiran untung, ia sedikit memperhatikan kebutuhan alam. Misalnya, seringkali hotel dan resor dibangun secara ilegal sangat dekat dengan pantai atau di dalam kawasan inti hutan. Sepetak besar vegetasi alami perlu dibersihkan untuk memberikan ruang bagi resor atau hotel yang luas. Sebagai tempat wisata lama terdegradasi karena terlalu sering digunakan oleh wisatawan, tujuan mendatang’ yang lebih baru dengan lebih banyak orang menjadi favorit wisatawan berikutnya dan industri pariwisata. Situasi yang sama diulangi sekali lagi. Praktek-praktek yang tidak berkelanjutan oleh industri pariwisata dengan demikian dapat menyebabkan deforestasi, erosi pasir, kehilangan spesies, perubahan arus laut dan garis pantai, perusakan habitat, kegiatan seperti jalan-jalan alam dapat berbahaya bagi lingkungan jika wisatawan menginjak-injak vegetasi lokal selama perjalanan mereka. Menginjak-injak seperti itu dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan tanaman, kerusakan batang, berkurangnya regenerasi, dll. Turis yang memecah karang selama kegiatan snorkeling atau scuba diving juga dapat berkontribusi terhadap degradasi ekosistem. Pemanenan karang secara komersial untuk dijual kepada wisatawan juga menyebabkan kerusakan pada terumbu karang. Bahkan jangkar kapal pesiar ke terumbu karang dapat menurunkan sebagian besar terumbu.